PENYELESAIAN KONFLIK DALAM PASAL TENTANG PAUD DI UU SISDIKNAS

Kamis, 01 Oktober 2015

Anak Bermain, UUD PAUD
Telah terjadi konflik pasal terkait pendidikan anak usia dini pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Konflik pasal tersebut ada pada pasal 26 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2). Pemerintah berkehendak untuk mengatasi konflik pasal tersebut dalam penyusunan draf revisi UU Sisdiknas, lantas bagaimana upaya penyelesaian konflik pasal tersebut?

Kini, sistem pendidikan nasional tidak hanya dipahami sebagai suatu keseluruhan komponen, sebagai paradigma penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga sebagai pranata sosial, organisasi belajar, dan organisasi sosial terbuka berbasis otonomi pada tingkat satuan pendidikan. Pemahaman sistem pendidikan nasional sebagai paradigma penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan maka berimbas pula pada penataan berbagai persoalan kekinian, termasuk pendidikan anak usia dini.

Secara akademik dan empirik, keberadaan dan kebutuhan pendidikan anak usia dini sudah tidak terbantahkan lagi. Persoalannya adalah bagaimana pengelolaan pendidikan anak usia dini dalam konteks sistem pendidikan nasional ke depan. Pada Undang-Undang yang masih berlaku, UU Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan anak usia terdiri dari dua jalur, yaitu jalur pendidikan formal terdiri dari Taman Kanak-Kanak (TK) atau raudatul athfal (RA); dan jalur pendidikan nonformal terdiri dari kelompok bermain, tempat penitipan anak dan satuan PAUD sejenis. Walaupun pada pasal lain disebutkan bahwa pendidikan anak usia dini termasuk jalur pendidikan nonformal. Ke depan, persoalan tersebut akan dirapikan aturan hukumnya.

Dalam draf dirancang bahwa Taman Kanak-Kanak (TK) atau raudatul athfal (RA) dimasukkan ke dalam jenjang pendidikan dasar. Dirancang pendidikan pada TK/RA diselenggarakan selama dua tahun, pendidikan pada SD/MI selama lima tahun, dan pendidikan pada SMP/MTs selama tiga tahun. Pendidikan pada TK/RA, SD/MI dan SMP/MTs dapat diselenggarakan secara terpadu sebagai satuan pendidikan dasar dalam satu komplek pendidikan. Artinya TK/RA dirancang tetap masuk dalam jalur pendidikan formal dan dinyatakan sebagai bagian dari pendidikan dasar.

Dengan demikian dalam rancangan tersebut TK/RA secara yuridis formal kelak tidak akan masuk dalam kategori pendidikan anak usia dini. Walaupun secara akademik masih bisa diperdebatkan karena TK/RA sejatinya merupakan bentuk pendidikan anak usia dini.

Pendidikan anak usia dini akan diatur sebagai pendidikan persiapan memasuki TK/RA. Pendidikan anak usia dini dirancang dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan nonformal dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Pengaturan ketentuan hukum tersebut dipandang menyelesaikan konflik pasal tentang PAUD dalam UU Sisdiknas. Walaupun pengaturan ini masih bias formal, karena melepas TK/RA menjadi jenjang pendidikan dasar. Dikhawatirkan pendekatan pengelolaan TK/RA oleh pengelola pendidikan dasar lebih diarahkan pada pendekatan pendidikan anak usia sekolah sehingga dinilai terjadi eksploitasi terhadap anak usia dini.

Satuan pendidikan anak usia dini yang terdiri dari Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat tegas bukan termasuk pendidikan formal melainkan pendidikan nonformal. Hal ini berimplikasi bahwa guru PAUD tidak sama dengan guru TK/RA dalam hal implementasi kebijakan kesejahteraan guru sebagai diatur dalam UU Guru dan Dosen. Sudah jelas guru PAUD tidak akan bisa masuk skema sertifikasi guru dan mendapatkan tunjangan profesi guru, karena yang diatur dalam UU tersebut adalah guru pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal.

Boleh jadi ini baru sekedar penyelesaian konflik pasal tentang PAUD, tapi belum mampu menyelesaikan harapan ratusan ribu pendidik PAUD (pendidikan nonformal) yang mengharapkan uluran tangan pemerintah untuk mendapatkan peningkatan kesejahteraan. Memang, menjadi guru PAUD tidak bisa dijadikan pijakan untuk menjadi PNS, namun mereka ini sebagian besar digaji dibawah upah minimum regional (UMR). Adalah hal yang melegakan ketika rapat dengar pendapat pada 22 September 2015 lalu DPR meminta kepada Mendikbud agar meningkatkan kesejahteraan guru PAUD paling tidak setara UMR. Namun ketika payung hukum tidak memadai, maka jalan akan sangat berliku untuk mewujudkannya.

Demikian semoga bermanfaat..Jangan lupa dishare untuk kemajuan PAUD kita di Indonesia..Salam PAUD...!!

Sumber: http://fauziep.com/



21.56.00

0 komentar: